Judul Buku: Antologi Cinta
Pengarang: Klub Buku Indonesia, Khrisna Pabichara, Sefryana Khairil, Adenita, Loryta Chai, dkk
Penerbit: Bypass
Tahun Terbit: April, 2013
Kota Terbit: Bogor
Jumlah Halaman: 217
Tuhan selalu menjadi saksi bagi kisah manusia.
Ia telah menggariskannya,
namun membiarkan manusia menemukan jalannya.
Sebab Tuhan ingin kita belajar,
bukan sekedar merasakan tanpa makna.
-Atria Dewi Sartika-
Sebenarnya saya bukan penikmat bacaan sastra atau fiksi. Dulu, iya. SMA sampai awal masa kuliah. Setelah itu, mungkin karena terpengaruh dengan materi bacaan kuliah, berkurang minat saya pada bacaan sastra atau fiksi.
Tapi dengan kumpulan cerpen ini, pertama kali saya merasa “terikat” dengan isinya. Buku ini adalah, setelah sekian lama, buku fiksi pertama yang membuat saya merasa mengalir untuk menyelesaikan membacanya. Bisa dibilang saya menikmati 80% kisah-kisah ceritanya dan 100% puisi yang terlampir didalamnya, puisi-puisi menarik karya Atria Dewi Sartika dan Haqi Zou Fadillah.
Pada hatimu, aku ingin mengikat janji yang teramu merdu
Pada pelukmu, aku ingin mengarungi jemu
Untuk hatimu, aku mengeja rindu
Hatiku melangkah pulang ke benakmu
-Atria Dewi Sartika-
Cerita favorit saya adalah Cinta Yang Tak Pernah Menua, Halaman Delapan Puluh Sembilan dan Tel[ov]ephone. Cinta Yang Tak Pernah Menua mengandung unsur kejutan jenaka, menceritakan perkembangan cinta sepasang kekasih dari masa pacaran, menikah, sampai memiliki cucu. Halaman Delapan Puluh Sembilan adalah kisah yang terinspirasi dari “Catatan Seorang Demonstran”-nya Soe Hoek Gie, cukup menarik untuk menjadi rekaan cerita asmara Soe Hoek Gie yang tidak pernah diekspos. Dan Tel[ov]ephone, kisah menarik-ringan-manis. Sedangkan untuk puisi, berikut ini yang menjadi favorit saya sekaligus penutup review ini:
Acapkali kenyataan lebih pedih dibanding kisah rekaan
Manusia sibuk mereka cerita
Sedang Tuhan sudah menuliskannya
Namun Tuhan Maha Adil
Dia menentukan cerita
namun memberi manusia memilih jalannya
Maka ketika takdir tetap terjadi
Manusia harus bisa memilih untuk menghadapinya
-Atria Dewi Sartika-